Ciptakan Lingkungan Ramah Muslim, Taiwan Dinilai Gagal Lindungi Hak Ibadah Pengasuh Migran

Taiwan terus meningkatkan penyediaan ruang shalat dan juga lingkungan yang lebih ramah muslim untuk meningkatkan minat pengunjung dari negara-negara muslim.

Tourism film to spotlight Taiwan's Muslim-friendly travel ...
foto : Taiwan Today

Dari hasil survei sebuah laporan organisasi keagamaan asal Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada hari Rabu (10/06) menyebutkan bahwa meski otoritas Taiwan telah meningkatkan jumlah fasilitas ibadah bagi warga muslim pada tahun 2019 lalu, akan tetapi pengasuh migran beragama islam yang bekerja di negara itu masih tidak dapat menghadiri ibadah atau ikut dalam kegiatan keagamaan setiap minggunya karena kurangnya waktu istirahat mereka.

Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2019, yang dirilis setiap tahun oleh Departemen Luar Negeri A.S., mengutip Asosiasi Muslim China yang mengatakan bahwa pemerintah Taiwan telah melanjutkan upayanya untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah muslim.

Otoritas Taiwan telah meningkatkan pelatihan untuk sektor perhotelan dan sejumlah restoran yang ada di Taiwan agar menjadi ramah muslim.

Taiwan ranked 3rd most attractive country on ... | Taiwan News
foto : Taiwannews

Dari data survei ini menjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah restoran halal sebesar 20 persen setiap tahunnya di Taiwan.

Hal ini menurut asosiasi itu, yang menjadi alasan mengapa Taiwan menjadi semakin populer di kalangan wisatawan muslim.

Langkah-langkah lain yang telah diambil otoritas Taiwan dalam membangun lingkungan yang ramah muslim termasuk membangun tempat sholat atau mushola baru di ruang publik seperti di stasiun kereta api, perpustakaan dan tujuan wisata populer lainnya.

Selain itu, Rumah Sakit Advent Taiwan di Taipei juga telah menjadi rumah sakit pertama bersertifikat halal di negara kepulauan itu.

Inovasi ini merupakan bagian dari kolaborasi dengan pemerintah kota Taipei untuk meningkatkan pariwisata medis dengan membuat rumah sakit di kota Taipei lebih focus pada akomodasi pengunjung atau pasien muslim.

Muslims celebrating Eid al-Fitr at a Taipei event in 2019/ CNA photo June 9, 2019
foto : CNANews

Namun, laporan itu menegaskan kembali kekuatiran dari dua tahun terakhir bahwa undang-undang ketenagakerjaan Taiwan yang dinilai gagal untuk menjamin waktu istirahat yang cukup dan hari libur mingguan bagi pekerja rumah tangga dan pengasuh migran di Taiwan.

Kondisi ini, tentu saja, membatasi kemampuan para pekerja migran untuk menghadiri layanan keagamaan mingguan dan bahkan berpengaruh pada waktu pelaksanaan ibadah harian mereka.

Legislator di Taiwan, yang membuat amandemen undang-undang ketenagakerjaan pada tahun 2019 lalu tidak menangani masalah ini dengan bijak kata laporan itu.

Meskipun Departemen Tenaga Kerja Taiwan mengeluarkan pernyataan yang meminta pengusaha atau majikan untuk menghormati agama pekerja migran mereka dan mengizinkan mereka menghadiri acara keagamaan yang berlangsung sebagai bentuk toleransi beragama.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah dari Yayasan Agama Tibet, yang melaporkan bahwa para biksu Buddha Tibet terus-menerus tidak dapat memperoleh visa penduduk untuk pekerjaan keagamaan, meskipun Taiwan biasanya memberikan visa kepada praktisi agama lain.

Karena itu, para biksu ini harus terbang ke Thailand setiap dua bulan untuk memperbarui visa mereka, kata yayasan itu.

Namun pihak berwenang di Taiwan mengatakan bahwa hal ini bukan karena alasan agama, tetapi berdasarkan aturan umum yang mengatur orang asing yang menggunakan izin perjalanan dan visa tinggal di Taiwan, kata laporan itu.

Para biksu, yang merupakan warga Tibet yang tinggal di India tetapi tidak memiliki kewarganegaraan India, menggunakan Sertifikat Identitas India alih-alih paspor untuk bepergian ke negara lain, kata laporan itu.

Sumber : CNANews, Taiwannews

Loading

You cannot copy content of this page