Pemerintah Belanda Tawarkan Ganti Rugi bagi Anak WNI yang Dieksekusi

Pembantaian yang dilakukan serdadu Belanda kepada pejuang kemerdekaan Indonesia diperkarakan di Pengadilan. Kabar teranyar, Pemerintah Belanda bersedia memberi ganti rugi berupa kompensasi sebesar 5 ribu Euro atau setara dengan Rp 86,6 juta kepada anak-anak dari semua pria Indonesia yang menjadi korban.

Pembantaian yang dimaksud dalam perkara ini adalah yang terjadi pada akhir 1940-an. Sikap Pemerintah Belanda ini berdasarkan putusan Pengadilan Belanda sebelumnya.

Belanda Tawarkan Ganti Rugi Rp86 Juta Kepada Anak-anak Korban Pembantaian  1945-1950, Tapi Harus Didukung Bukti Dokumentasi | aksi.id
foto : Aksi

“Anak-anak yang dapat membuktikan bahwa ayah mereka adalah korban eksekusi di luar hukum seperti yang dijelaskan… berhak atas kompensasi,” tegas Menteri Luar Negeri Belanda, Stef Blok dan Menteri Pertahanan Belanda, Ank Bijleveld, seperti dilansir AFP, Selasa (20/10/2020).

Pada putusan Pengadilan Belanda pada awal tahun ini, diperintahkan agar negara membayarkan kompensasi terhadap para janda dan anak-anak dari 11 pria yang dibunuh di Sulawesi antara tahun 1946-1947 silam. Hakim Belanda juga sebelumnya menepis argumen-argumen negara yang mengklaim bahwa tindak kekerasan yang dilakukan selama perjuangan kemerdekaan Indonesia dari kolonial Belanda terikat oleh statuta limitasi (status di luar batas waktu).

Terkait hal ini, Pemerintah Belanda meminta maaf atas pembunuhan yang dilakukan tentara kolonialnya dan mengumumkan kompensasi kepada para janda dari mereka yang tewas pada 2013 lampau. Awal tahun ini, Raja Belanda, Willem-Alexander, juga meminta maaf — yang pertama dilakukan seorang Raja Belanda — atas ‘kekerasan berlebihan’ selama perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Kembali ke perkara kompensasi, pihak-pihak yang akan mengklaim kompensasi itu harus bisa memenuhi serangkaian kriteria, termasuk menunjukkan bukti bahwa orangtua mereka memang telah dibunuh dalam eksekusi yang terdokumentasi dan bukti garis keturunan melalui dokumen identitas.

Belanda Ganti Rugi Atas Pembunuhan Pada Masa Kolonial Di Indonesia -  Waspada.id
foto : waspada

Pengadilan Belanda sedang menggelar sejumlah persidangan lainnya terkait kasus kerabat yang meminta kompensasi atas kekejaman yang dilakukan pasukan kolonial Belanda dalam apa yang disebut sebagai tindakan pembersihan untuk membasmi pejuang kemerdekaan Indonesia saat itu.

Sedikitnya 860 pria tewas di tangan regu-regu tembak, sebagian besar terjadi antara Desember 1946 hingga April 1947 silam, di wilayah Sulawesi yang saat itu disebut Celebes.

Dilansir dari BBC Indonesia, kepastian kompensasi itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Stef Blok dan Menteri Pertahanan Ank Bijleveld, dalam surat kepada parlemen. Menurut kedua menteri itu, Pemerintah Belanda juga tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan pada Maret lalu.

Disebutkan pula tawaran ganti rugi dimaksudkan untuk mengakhiri gugatan-gugatan yang berkepanjangan menyusul berbagai kasus yang diajukan oleh anak-anak korban kekejaman Belanda, termasuk dalam peristiwa yang dikenal dengan pembantaian pimpinan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan pada tahun 1946 sampai 1947.

Sebagai contoh, Pengadilan Sipil Den Haag pada tanggal 30 September lalu memerintahkan pemberian ganti rugi 874.80 euro atau sekitar Rp15 juta kepada Malik Abubakar, putra dari Andi Abubakar Lambogo, pejuang asal Sulawesi Selatan yang kepalanya dipenggal oleh serdadu Belanda pada tahun 1947.

Menanggapi tawaran ganti rugi pemerintah Belanda ini, Syamsir Halik, cucu dari Becce Beta, warga Bulukumba yang dieksekusi tentara Westerling mengatakan ia akan berunding dengan ayahnya, Abdul Halik sebagai keturunan langsung dari korban.

Namun mengingat jumlah tawaran jauh dari tuntutan, ia mengindikasikan mungkin tawaran itu sulit diterima.

Eksekusi oleh tentara Belanda di Indonesia: Anak dan istri korban 'bisa  tuntut ganti rugi' - BBC News Indonesia
foto : BBC

“Mungkin kalau tawaran ganti rugi sesuai dengan permintaan anak korban yaitu setidaknya sama dengan yang diberikan kepada janda 20.000 euro, mungkin anak korban mau,” kata Syamsir Halik melalui sambungan telepon kepada wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir pada Senin malam (19/10).

“Kalau janda setelah suaminya ditembak tentara Belanda, ia menikah lagi. Tapi kalau anak ditinggal ayahnya, maka tak ada yang menafkahinya sehingga tidak bisa bersekolah dan masa depannya hilang,” ia memberikan alasan mengapa ganti rugi untuk anak semestinya sama dengan janda.

Syamsir Halik aktif di LSM Lidik Pro yang antara lain terlibat dalam pendampingan keluarga korban pembantaian di Sulawesi Selatan. Sepengetahuannya, hingga kini terdapat sekitar 146 anak korban yang masih hidup dari sekitar 200 orang yang menuntut.

Sumber : AFP, BBC News Indonesia, Detik

Loading

You cannot copy content of this page